Disangka Pengemis, Suka Duka Pencari Pakaian Bekas Perumahan
Pakaian bekas bisa di barter dengan Panci, Kuali dan Piring
Bekerja sebagai pencari pakaian bekas, memang sulit, untuk mendapatkan pakaian bekas yang bagus, Zurnalis Fitri harus menelusuri komplek dan perumahan dengan berjalan kaki. Walau sudah terkumpul banyak, hasil yang didapatkanpun tak sesuai.
SUDAH 15 tahun Zurnalis Fitri, bekerja sebagai pencari pakaian bekas di perkampungan. Setiap harinya setiap harinya perempuan 45 tahun itu mendatangi rumah-rumah di sekitar komplek dan gang yang ada di seluruh Kota Padang, bahkan sampai ke luar daerah.
Tak sedikit yang menganggapnya seperti pengemis, padahal setiap bongkahan baju bekas yang diberikan itu di barter dengan barang pecah belah seperti panci, kuali dan piring.
Zurnalis tengah sibuk menawarkan bongkahan baju bekas kepada grosiran baju bekas yang berada di jalan Padang Teater Lantai II. Ia tampak kelelahan, sebabkan mengangkat dua bongkahan besar baju bekas yang dibungkus besar dengan kain. Satu persatu kain tersebut mulai dibongkar, dan pembeli grosiranpun memilah baju bekas yang layak untuk di jual.
Zurnalis mengamati pembelinya memilah barang bekas itu, dia berharap baju bekas kali ini bisa terjual keseluruhan, dan tak ada yang rusak. "Belum tahu lagi, apakah ini layak dijual atau tidak. Sebab dari tadi belum ada yang diminati pembeli," ujarnya..
Baginya, bekerja seperti ini lebih santai dan tak menghabiskan waktu, sebab sebagai seorang ibu rumah tangga ia mesti menyelesaikan pekerjaan rumah dahulu, baru pergi bekerja. "Biasanya saya mulai mencari baju bekas pas siang, setelah selesai membereskan rumah. Saya naik angkot dulu, misalnya ke Ampang, saya telusuri gang dan kompleks di sana," ujarnya.
Bahkan, ia pernah jalan dari Ampang, ke Jati sampai ke Pasar raya, katanya sudah biasa, jadi tidak terasa lelah. Ia akan lelah jika baju bekas yang dicari tak didapatkan. "Saya sudah capek jalan, tapi tak ada satupun yang mau menukarkan baju bekasnya dengan piring atau panci ini," tuturnya.
Sehari itu ia bisa menghasilkan Rp 50 ribu, terkadang Rp 10 ribu, dari hasil penjualan baju bekas yang ia tawarkan. padahal baju bekas yang dibawanya banyak, sayangnya hanya sedikit yang layak dijual. "Ini yang buat saya letih, mau bagaimana lagi, saya harus membiayai empat orang anak, sedangkan suami saya hanya buruh bangunan," tuturnya.
Ia sering minta ongkos pulang ke orang yang berada di sekitar Padang Teater, lantaran sudah tak punya uang lagi sepeserpun, dikarenakan baju bekasnya tak laku. "Saya minta ongkos ke orang-orang dekat sini. Rumah saya jauh di Koto Tuo, Lubuk Surau Unand, tidak mungkin berjalan kaki, "ujarnya.
Terkadang, ungkapnya, saat pergi menjajaki perumahan, belum sampai di pintu rumah, pemilik rumah sudah menutup pintunya." Mereka kira saya pengemis, padahal cuma cari baju bekas,"imbuhnya.
Seringkali tak makan, pada saat mencari baju bekas tersebut, karena tak punya uang, sebab ia harus mendapatkan uang dulu dari penjualan kain bekas baru bisa makan."Kalau tak ada dapat kain bekas, atau tak ada yang beli, palingan saya makannya pas di rumah saja,"ungkapnya.
Disamping itu, Salah satu Pedagang grosiran baju bekas, lantai II, Padang Teater, Irwan, 65, mengaku sering didatangi penjual baju bekas yang menawarkan baju bekas hasil pencariannya.
"Terkadang saya kasihan melihat mereka yang sudah berjalan jauh membawa pakaian bekas itu, terpaksa saya beli, paling kecil Rp 15 ribu, kalau banyak yang bagus bisa mencapai Rp 70 ribu, tergantung nantinya seberapa bagus pakaian yang ia bawa, "ungkapnya.
Ia katakan, mereka biasanya datang menjajakan pakaian tersebut tiga kali seminggu. Rata-rata pencari pakaian bekas itu berasal dari keluarga yang miskin." lumayan banyak juga yang datang ke sini, tapi ada pula yang pakaian bekas yang mereka bawa semuanya tidak bagus, tetap saya beli, "ucapnya.
Katanya, dahulu pencari kain bekas itu sangat ramai ditemui, tapi sekarang sudah mulai berkurang, padahal peminat baju bekas masih banyak." Mungkin lantaran hasilnya kurang menjanjikan, "ucapnya.
Komentar
Posting Komentar