Negeri Tumpang Tindih




 "apa kita bakar saja kantor itu,"ujar Ikrar yang sejak beberapa bulan yang lalu selalu sabar menunggu kejelasan pengukuhan yang tak kunjung menemukan titik terang. Pria muda bersahaja itu tak konon-kononnya naik pitam, mengingat haknya belum juga distatuskan, bagaimana tidak, pekara kewajiban sudah diselesaikan, persyaratan juga sudah dioptimalkan, dan dinyatakan semuanya tuntas, lalu apalagi yang mesti ditunggu. 

Ikrar hanya menagih haknya, bukan mengemis sesuatu yang bukan miliknya, tapi tak ada ujung penantian, sudah berapa kali bulan berlalu, namun belum juga ada tanda-tanda dikokohkan menjadi ketua dalam kelompok masyarakat Desa Tanjung Asam itu. Itu semua karena pimpinan yang menjadi pembina menganggap sepele pekara organisasi masyarakat di desa itu, padahal sudah jelas, kelompok organisasi itu penyambung harapan masyarakat, tapi pimpinannya tak menghiraukan pekara itu, ada maksud terselubung di dalamnya, rencana pimpinan untuk melumpuhkan hak dan harapan masyarakat.

Bulan berlalu, beberapa tokoh masyarakat mulai gaduh, sampai timbul niat untuk melakukan aksi. Salah satu tokoh mulai membuat strategi, rapat pun dilaksanakan setiap hari, untuk mencari cara bagaimana organisasi ini bisa terealisasi. 

Beberapa minggu berlanjut, hasil rapat pun memutuskan untuk dilakukan kegiatan aksi damai pada Senin pagi, ke kantor pimpinan dengan momentum kembalikan hak masyarakat untuk memilih perwakilan dalam memfasilitasi hak masyarakat.

Tepat pukul 10.00 WIB, warga mulai berangsur berjalan kaki menuju kantor, tapi tidak seluruh warga, hanya yang berani saja, tidak sedikit yang membawa motor, mereka datang berbekal sehelai kertas karton putih bertuliskan, "Jangan halangi hak kami". 

Sesampai di lokasi, pimpinan dan para staf sudah bersiap siaga, puluhan kursi tersedia di ruangan, anggota keamanan juga berjejer di luar pintu, tampak wajah sangar, yang seolah-olah ingin menyantap mangsa yang lewat.  Setelah beberapa menit berorasi, sejumlah perwakilan diberikan kesempatan untuk melakukan perundingan, dan termasuk Ikrar di dalamnya. 

Ketika musyawarah itu berlanjut, dilaporkanlah setiap permintaan masyarakat sesuai dengan strategi rapat yang sudah dicanangkan, namun ternyata, semua laporan tersebut sudah diketahui terlebih dahulu oleh pimpinan, kondisi itu merusak rencana yang sudah disusun sejak awal. Sampai pada akhirnya timbul kecurigaan kenapa strategi yang mestinya rahasia malah diketahui oleh yang bersangkutan sebelum waktunya, tentu saja hal itu sangat menguntungkan bagi pihak lawan untuk mencari dalih.

Usut punya usut, dicari tahu muasababnya, ternyata ada beberapa pengusul aksi yang membelok menjadi pengkhianat, lalu membeberkan seluruh strategi, padahal tadinya dalam rapat si pembelot inilah yang paling lantang suaranya, kenapa saat aksi dimulai mereka tak hadir, betul-betul miris, bahkan seluruh hasil rapat yang sudah dilaksanakan juga diketahui oleh pimpinan, seolah-olah ada mata-mata dalam group rapat itu. 

Alhasil jadi pukulan telak ketika itu. Sampai akhir pertemuan belum ada solusi atau jalan tengah, beberapa diantaranya tetap kekeuh aksi berlanjut, beberapa diantaranya memilih pulang karena merasa tidak ada guna, padahal aksi itu untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat. Akhirnya pertikaian itu tetap berlanjut, semua strategi yang sudah disusun dengan baik, hancur berantakan oleh pegkhianat, itulah sebab muasabab negeri itu tumpang tindih, dan tak pernah berkembang, karena banyak pengkhianat disusul pemikiran masyarakat yang enggan untuk maju.

Komentar

postingan populer