SYIKUL
Syikul seorang petuah besar di nagari itu, diangkat sebagai
panutan oleh masyarakat, kalau orang kampung bilang, dia adalah tokoh masyarakat,
memimpin kelompok hebat di nagari Batuah itu. Di dalam keseharian tak
menunjukkan tanda-tanda kepatutan dalam dirinya selaku tokoh, buruknya
ditampakkan, bukannya membantu anak kemenakan yang kesulitan, malah menjadi
orang pertama untuk memecah belah kerukunan, tak ada panutan yang bisa dicontoh
darinya, baik dari prilaku maupun kebijakan yang dia buat, bahkan ada uang dia
sikat tanpa memikirkan akibat dan risikonya, ya untung-untung sekarang dia
masih bisa bersuara karena belum tertangkap saja.
NAGARI Batuah betul-betul asri, jika berjalan menuju perkampungannya, mata akan
disuguhi oleh pemandangan yang hijau, hamparan
sawah luas mengelilingi perkampungan, betul-betul sejuk. Warganya pun juga
ramai, dengan segala macam bentuk tingkah dan polah, ada para tokoh yang paham
agama, ada warga yang selalu dengki melihat orang lain sukses, ada yang senang berkhianat,
ada yang lembut besahaja, berbagai macam tingkah ada di sana. Kalau itu semua
dicampur maka beranekaragamlah rasa berkehidupan di dalam nagari tersebut.
Bagaimana tidak, kampung itu kaya dari segi masyarakatnya.
Nagari ini masih terbilang jauh dari kata maju, sebab tradisi
lama masih menuntun mereka untuk terus melestarikannya, untung-untung tradisi itu
membangun, kalau tradisi yang bersifat mitos, tetap juga dilestarikan sebab itu
sudah turun temurun dari dahulu kala, katanya begitu. Masyarakat di sana sangat
kompak, bukan dari segi membangunnya tapi dari segi mengkritiknya, ada yang tak
bagus dikritik, kalau yang dikritik memang untuk pembangunan yang lebih baik tentu
mesti didukung, kalau mengkritik tapi hanya di belakang saja, kemudian diajak
betul berunding malah takut, itulah salah satu jadi kendala kenapa nagari itu
demikian. Kenyataannya begitu banyak cerita di dalamnya, kalau dibahas
satu-satu, bisa jadi buku cerita ini.
Kalau masalah bantuan jangan ditanya lagi, kadang tepat
sasaran, kadangkala tidak tepat sasaran, tapi bagi keluarganya mesti tepat sasaran,
maksudnya begini, ketika bantuan datang, selamatkan dahulu keluarga, walau sudah
kaya, baru warga yang membutuhkan, lucu sekali bukan, tapi tidak semua juga yang
demikian, adapula tokoh yang betul-betul tulus membantu dan mengabdi.
Kalau bercerita kenapa nagari itu belum maju, ini bukan soal cara
berpakaiannya atau tradisinya, kalau soal style, bolehlah diadu, rupa-rupa
jenisnya sudah seperti model ibu kota saja, apalagi saat pergi berkegiatan pesta,
hanya saja mindset atau pola pikirnya yang belum ingin maju dan merasa diri paling
pintar, hal itulah yang jadi masalah, sehingga enggan menerima nasehat atau memperbaiki
diri menjadi lebih baik.
Disinilah kita masuk ke dalam isi cerita. Kampung ini banyak generasi
muda yang cerdas dan bijak, baik cara berorientasi maupun cara bersosialisasinya,
tapi sayang setiap ada yang menonjol dalam artian baik kinerjanya dalam membanguun
di sana, maka dicarilah kesalahan agar tidak ada yang mengalahkan beberapa kelompok
yang mengaku paling hebat, ibaratnya begini, jika pada sebuah tumbuhan terdapat
putik yang baru bertumbuh, maka langsung dipatah, agar tidak tumbuh lebih tinggi,
hingga akhirnya banyak generasi muda di sana lebih memilih merantau dan maju di
negeri orang.
Di kampung itu tentu ada para tokoh yang disegani dan adapula
yang ditakuti, tokoh inilah yang sering menjadi hambatan dalam kemajuan nagari,
kalau yang ingin memajukan nagari maka baguslah tokoh itu, tapi tak akan
bertahan lama dalam menjabat, sebab langsung dilengserkan dengan mencari cara
dan mengadu domba warga. Disisi lain ada tokoh yang ingin memperkaya diri maka
dimanfaatkanlah jabatan tersebut untuk mencari cara agar dapat sesuatu yang
menguntungkan. Salah satunya si Syikul, yang awalnya jadi panutan, malah
semakin hari semakin tak terkendali saja tingkah polahnya. Pria setengah baya
itu, dahulunya orang yang paling kaya, sebabkan kondisi itulah dia disegani, karena
apa-apa dia yang bantu, apapun ucapannya sudah pasti betul, maklum pengalaman
bersosialisasinya sudah sangat maju dari
kebanyakan masyarakat di sana, dengan demikian semakin seganlah masyarakat nagari
Batuah terhadap Syikul. Kalau ada masalah di kampung pasti lapor dahulu kepada
Syikul, sebab orang-orang percaya, solusi yang dia sampaikan itu sudah pasti
betul. Demikianlah serba serbi nagari Batuah. Kalau diingat lagi arti nama
Batuah dari nagari itu berarti faedah, keberuntungan, namun belum ada penampakan
faedah yang bisa dirasakan dalam nagari tersebut. Kalaupun ada faedah, hanya
untuk orang tertentu saja baru.
Kembali lagi bercerita tentang Syikul, sebabkan sudah menjadi
orang yang disegani selama bertahun-tahun, maka tingkah polahnya
berangsur-angsur berubah, dikarenakan sudah lama merasakan dibutuhkan dan
sering membantu orang banyak, maka timbulah rasa sombong dan merasa diri paling
hebat, serta paling bijak, apa-apa dia yang mesti membina, dan rasa gila hormatpun
muncul. Sekarang Syikul sudah merasa orang paling terpandang di nagari itu, dan
masyarakatpun juga mengamininya dan takut kepadanya, padahal harusnya takut itu
pada Tuhan bukan pada manusia, ya namanya sekelompok warga perkampungan yang
enggan diajak merubah pola pikir, jadi manut-manut saja.
Singkat cerita, karena zaman sudah berkembang, dan kebanyakan
anak-anak nagari itu sudah mulai tumbuh dewasa, maka mulailah muncul
tokoh-tokoh baru yang lebih muda, energik dan bijak dari Syikul, dan tak kalah
jauh pula pengalamannya, tentu pria itu merasa terganggu sebabkan keberadaan
itu, maka segala macam bentuk aktivitas memajukan di kampung tersebut,
dihalang-halanginya agar tidak ada perubahan, takutnya nanti masyarakat jadi berkembang,
membuat hajat yang sudah ia rencanakan, pasti akan tertunda dan terhalangi.
Dicarilah segala macam cara untuk menjatuhkan, bahkan segala bentuk pekara
diributkan, hal itu membuat kacau kondisi.
Maka berbisiklah salah satu tokoh muda di sana dengan tokoh
lainnya, mengajak beberapa kelompok masyarakat untuk berdiskusi, membuka
wawasan dan pemikiran tentang kemajuan, termasuk pekara yang dibuat Syikul ini.
Kata Asniar salah satu anggota termuda dalam rapat itu berujar,”Pak
Syikul itu merasa paling hebat sekarang, makanya bertindak sesuka hatinya,”ucapnya
membuka percakapan. Memang betul, karena
Syikul sebelumnya hidup di tengah masyarakat yang kalangan ekonomi menengah ke
bawah dan pendidikan rata-rata rendah. Sehingga ia merasa gampang membodohi dan
menakut-nakuti dengan kenalan dan uangnya.
Raisyiah pun menyahut,” Bukan kepalang besar kepalanya saat
ini, bapak itu merasa sudah ter-beken karena berkenalan dengan orang-orang
hebat. Tentu saja dia bisa berbuat sekehendak hati, duit ada dari bisnis yang tak
tahu pasti. Padahal tak sadar, kalau usianya sudah mulai lansia. Tinggal
menunggu waktu saja kapan dia ambruk,”ungkap mahasiswa semester akhir itu.
Andris pun tak ingin kalah, dia pun ikut melontarkan ucapan
yang membuat semua orang yang hadir dirapat semakin terbuka pemikirannya,”wushh
gak boleh ngomong begitu Raisyiah, setiap hidup itu tentu punya risiko, buruk
ditanam, buruk pula dituai, selamat menikmati keterpurukan yang berkepanjangan bagi
yang membuat kesalahan,”ujarnya sambil tersenyum.
Saat itu rapat pemuda yang dihadiri oleh 20 orang lebih tersebut,
mulai membuat perencanaan yang tujuannya untuk mengantisipasi agar tindakan Syikul
dan rekannya tidak diluar batas. Berbekal link dan kenalan yang hebat mereka
diskusikanlah cara mengantisipasi agar Syikur tidak lepas kendali, berbagai bentuk
perlawanan mereka lakukan yang akhirnya membuat ego Syikul tumbang. Memang
nagari itu sudah mulai membaik, setelah perlawanan itu, tapi pola pikir masyarakat
tetap saja tidak ingin maju dan berubah, maka satu persatu pemuda di negeri tersebut,
mulai merantau dan meninggalkan kampung, karena tak ada perihal yang bisa dilakukan,
sebab keterbatasan sumber daya dan kolotnya cara berfikir sekelompok masyarakat
yang menghambat nagari itu sulit berkembang.
Komentar
Posting Komentar