Surat Terbuka untuk Papa Online (Sandiaga Uno)

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh  papa online.

Foto: oleh @syridwan. Sandiaga Uno tengah diwawancarai oleh para media di Pasar raya Kota Padang


Nama saya Intan Suryani, asal Kota Padang, Sumatera Barat. Hobi jadi kuli. 

Saya bedoa agar papa sehat selalu, aamiin.

Kali ini, saya punya bahan cerita yang dapat dijadikan bacaan jelang tidur, buat papa online. Ceritanya agak panjang. Bermula dari bulan Oktober 2018. Ketika itu papa tengah melancong ke Kota Padang dalam rangka kampanye Pilpres.

Sedangkan saya berprofesi sebagai salah satu wartawan media cetak. Saat dapat kabar papa online akan berkunjung, beramai-ramailah kami, (saya dan kawan-kawan media) untuk mengunjungi dan ikut serta dalam kegiatan papa.

Butiran keringat karena terik matahari tak kami hiraukan. Desak desakan dengan para warga Kota tak dipedulikan. Yang penting kami bisa dekat papa online dan berbincang bersama-sama.

Singkat cerita, saat agenda ketiga papa mengunjungi Kantor Central Yamaha, Jalan Damar, Kota Padang, dalam rangka diskusi bersama kaum Milenial. Diam-diam kami, ikut nimbrung bersama peserta. Mengandalkan kartu pers, bisa masuk gedung, walaupun berdempet-dempetan.

Ketika itu antusias peserta menyambut kedatangan papa luar biasa. Dari mata mereka terlihat ada harapan. Pikiran-pikiran yang menjadi problem mereka sudah dipersiapkan dari rumah dalam bentuk pertanyaan, yang nantinya akan papa berikan solusi.

Satu per satu peserta mulai bertanya soal kendala dalam berbisnis dan lain sebagainya. Saya pun yang posisi duduk di tengah, juga ikut angkat tangan, sayangnya tak dipilih, karena milenial terlalu membeludak. Akhir acara, kesempatan untuk bertanya tak urung jua didapat.

Bahkan sampai sekarang pertanyaan itu selalu terngiang-ngiang. Oleh karenanya, melalui surat ini, saya sampaikan kepada papa,  sebuah pertanyaan sederhana. Di google pun juga sudah ada jawabannya, tapi saya tak mau jawaban yang mayoritas, inginnya jawaban spesifik dan minoritas. Bunyinya seperti ini, "

"Saya ingin tahu pa, apa saja usaha yg bisa digeluti oleh kuli tinta (penulis) seperti saya dan kawan-kawan, mengingat selama ini kami hanya menulis di bawah ijin perusahaan. Yang saya takuti bekerja di bawah perusahaan. Jika sewaktu-waktu  perusahaan tersebut tak lagi beroperasi, atau sewaktu-waktu ada faktor lain yang menghalangi saya tak lagi bekerja di media, apa langkah yang harus dilakukan agar saya dan kawan-kawan tetap menulis.

Sebelum hal itu terjadi, alangkah baiknya untuk diantisipasi terlebih dahulu.

Bulan berlalu, memasuki tahun 2019, saat detik-detik pilpres 2019. Tepat bulan Mei, saya memutuskan untuk resign dari media cetak. Resmi sudah saya terdaftar sebagai pengangguran Kota Padang. Saya jadi satu penyumbang 5,13 persen dari tingkat pengangguran di Indonesia menurut data Sekretaris Kabinet (Seskab) RI Pramono Anung, saat seminarnya 20 Oktober 2018 lalu.

Masalah pengangguran saya ini, hadir karena risiko kerja yang bertaruh nyawa. Kondisi itu, membuat orang tua, menyuruh resign. Padahal ada hal besar dalam karir saya jadi wartawan, hal tersebut melebihi dari materi.

Ketika saya bisa membantu orang kurang mampu yang sengaja atau tidak, luput dari perhatian pemerintah. Sistemnya dituliskan kisahnya agar para dermawan kaya di luar sana,  tersentuh untuk membantu. Saat tulisan itu mampu menggerakkan emosi pembaca, ada rasa kepuasaan melebihi dari apapun. Sampai sekarang saya masih ingin menulis kisah-kisah itu.

Tapi sayang, hal itu sudah tak bisa lagi, karena saya pengangguran. Rencana berikutnya ikuti anjuran papa untuk berwirausaha menjadi pengusaha. Saya coba dalam kurun 4 bulan ini. Rupanya berwirausaha itu sulit, baik dari modal yang minim, strategi pasar yang kurang memahami, ditambah lagi tak dapat restu orang tua, membuat perjalanan berwirausaha jadi rumit.

Belum lagi setiap hari harus berdebat dengan orang tua, menjelaskan kalau usaha ini akan maju, tapi tetap tak ada restu. Akhirnya saya hentikan semuanya, dari pada kena marah setiap hari. Ujung-ujungnya saya tetap menulis. Menulis apa yang dilihat, baca dan fikirkan, kemudian dituangkan ke media sosial.

Seperti kata Bung Hatta, "Aku rela dipenjara, asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas," itulah yang terjadi pada diri saya pa, walau terkurung jadi pengangguran, saya tetap merasa bebas karena membaca dan menulis.

Begitulah cerita rumit saya

Surat ini, akan saya simpan saja dulu, kelak jika rezeki dan bertemu papa, akan disampaikan secara langsung.

Oh iya pa, ada yang lupa. Saya punya teman namanya isel, dia titip salam, katanya fans berat papa. Teman saya ini juga kuli, tapi bukan pengangguran. Demikianlah surat ini pa.

Wassalam papa online, sehat-sehat selalu.. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh


Komentar

postingan populer