Apakah Mungkin Bapak Kandung Rasa Bapak Tiri



Link: Coronaviruses_Perlman-and-McIntosh_155.pdf

Kalau boleh memilih, boleh tidak berbapak kepada yang lain. Apalagi di tengah Pandemi saat ini. Carut-marut kondisi yang semakin hari jumlah kasus terinfeksi Covid-19 terus meningkat.

Kepada siapa hendaknya diri ini mengadu, kecuali kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sudahlah punya bapak, tapi tak rasa berbapak.

Sebenarnya hati ini sudah resah, badan menggigil, mendengar dan melihat orang-orang mulai ramai terinfeksi. Rasa-rasa tubuh ini juga ikut merasa." jangan-jangan diri ini juga sudah ada, tapi tak ada gejala,"

Yang ditakutkan, kalau lah rakyat kecil jelata seperti kami ini, terinfeksi, tapi tak terdeteksi oleh petugas kesehatan, akan jadi apa coba? "Kalau ingin melapor, tak tahu ini gejala sakit biasa atau virus,".

Coba kalau orang berada, sedikit saja gejala, bisa langsung telpon dokter pribadi, atau langsung ditangani oleh petugas. Eh tunggu dulu, gak semua juga demikian.

Saya jadi ingat kisah meninggalnya Dosen FISIP UI, Erwin, Pasien Dalam Pengawasan (PDP) Covid-19, gara-gara birokrasi yang kacau, jadi terlambat penanganan. Kalau begini, kan iba rasanya hati. Padahal bisa diselamatkan kalau cepat dan tanggap.

Beliau saja dosen, masih susah juga birokrasinya, konon kami yang rakyat jelata ini. Kemana lagi kami berbapak? Betul-betul ngilu, nasib ini. Berupaya untuk tidak melow mendrama, atas kondisi ini, agar terkesan tak berlebihan. Tapi kami tidak bisa.

Melihat orang asing saja, perasaan sudah menduga-duga, "jangan-jangan dia positif, gue harus menjauh,"ketika itu bertemu orang asing dengan tatapan nanar.

Pokoknya apapun yang dijumpai di lingkungan, apapun yang dilakukan di sekitar pasti serba salah. Pegang duit misalnya," habis ini cuci tangan, aktivitas kontiniu ini bisa membuat gila, "sabar gue.

Semakin banyak tahu sumber-sumber tentang Covid-19 ini, semakin tertekan batin.

Kendati paling miris, kalau melihat data kasus terinfeksi yang terus meningkat. Itu kan baru data yang diperiksa secara kondusif. Kalau yang tak terperiksa, mungkin juga ada yang positif. Tapi harus bagaimana lagi. Inginnya kita kan diperiksa sebanyak-banyaknya, biar bisa dikelompokkan ini negatif, ini positif untuk gejala ringan, sedang, sampai gejala berat. Itu semua kan tergantung bapak-bapak kita.

Tapi kalau mengadu ke bapak, pasti bapak bilang, anggaran kita terbatas. Iya betul kapasitas kita terbatas. Apa daya, kalau ibarat perut lapar, tahan saja dulu, kalau sakit, obat sendiri saja dulu, kalau kuat bertahan, kalau lemah, ah gak tahu deh.***


Komentar