Cerita Sang Korlip

Hilangnya Generasi Emas

Korlip Eri Mardinal, tersenyum disela sela waktu senggang liburan

"Saya sudah Kehilangan Generasi Emas, " kalimat yang sering dilontarkan mantan Korlip saya beberapa hari terakhir ini. 

Kalau kita bermisal-misalkan, tentang kepemimpinan Korlip. Bilamana korlip itu adalah raja, tentu saja segala ucapan nya akan jadi perintah dan harus di laksanakan. Namun bagaimana kalau perintah itu dianggap guyonan belaka oleh bawahannya. 

Alangkah sedihnya perasaan si korlip kala itu. Itulah kenapa ia sering mengeluh, "Saya kehilangan generasi emas," 

Bukankah setiap reporter itu rupa rupa dan banyak tingkahnya. Ada yang rajin, ada yang baik, ada yang macam-macam. Lalu kalaupun kehilangan generasi emas, tentu saja cari generasi emas yang lainnya.  

Sebenarnya saya kurang paham, maksud generasi emas sang korlip inginkan. 

Apakah reporter yang rajin? Atau yang banyak ide?

Foto bersama keluarga besar Padang Ekspres 

Kali ini, mantan korlip saya meminta untuk dibuatkan tulisan tentang dirinya. Yang hampir tiga tahun menjabat sebagai Koordinator Liputan Padang Ekspres. 

Barang tentu, menjadi seorang Korlip itu tak mudah, ada suka,  ada duka. Mulai dari susahnya mencari ide berita, sampai editing tulisan harus sesuai deadline. Itu ia lakukan sendiri, sampai terjadilah kejar-kejaran antara korlip dan reporter. 

Nah, itu sekelumut rutinitas yang selalu ia jalani. Sekarang kalau bertemu dengan korlip saya, lihatlah tubuhnya, tinggal Kulit Pambaluik Tulang.

Hal itu tak terlepas dari beban yang ia pikul. Menjadi Korlip sekaligus Redaktur Metropolis. 

Bahkan ia tidur hanya bisa empat jam paling lama. Sebab sebagai redaktur ia harus selesaikan tanggung jawab sampai tengah malam, jikalau editannya selesai,  baru bisa pulang. Dan esok paginya harus bersiap-siap untuk pergi rapat pagi bersama reporter 

Anggapan saya ketika itu, pasti duit si korlip banyak, karena jabatannya dua. Namun, sampai sekarang, ia tak mampu juga beli mobil fortuner dan bangun rumah bertingkat tinggi menjulang langit dengan kolam renang di atasnya. 

Lanjut cerita. Karena beban kerja yang begitu berat, membuat si korlip sering marah-marah, pagi, siang, bahkan saat akan tidur. Kalau tulisan tak lengkap, bertubi-tubi telpon masuk. Saat direspon, luarbiasa, telinga rasanya perih mendengarkan senandung korlip yang bikin pekak. 

Si korlip ini punya kehebatan dalam menilai setiap generasi reporter yang ia pimpin. Mulai dari generasi tahun 2015, 2016, 2017, yang ia gadang-gadangkan jadi generasi emas. 

Lalu generasi berikutnya, yang ia keluhkan tak bisa seperti generasi sebelumnya. Baginya kebetahan dia dengan generasi lama membuatnya sulit move on, saat generasi lama satu per satu meninggalkannya. 

"Saya kehilangan generasi emas, Berganti generasi paek. Anok wak. Anok lo brita ko. Daya juang tinggi. Tapi kemampuan menjelajah untuk mancari ide ndk ado, "begitu kutipan chatingan korlip yang saya terima tadi pagi. 


Komentar