Cahaya Kecil Bernama Cindy: Bertahan di Tengah Lapar dan Ketidakpastian
*Jadi Tulang Punggung Keluarga,
Pasca ditinggal Ayah
Walaupun hidup serba kekurangan
dan menjadi tulang punggung keluarga, Cindy Permata Sari penyandang tunagrahita
ringan, mampu meraih juara pertama disejumlah perlombaan mulai dari tingkat kota sampai provinsi.
CINDY Permata Sari, saat ini
sudah berusia 18 tahun, namun masih duduk di kelas tiga SMP. Seperti remaja
lainnya, dia amatlah aktif dan cerdas, tapi lingkungan dan kondisi keluarga
membuat dia harus berjuang menghidupi lima orang anggota keluarganya, adik,
ibu, nenek dan sepupunya.
Berawal sejak ditinggal sang
ayah, Cindy hidup bersama ibu, nenek dan adik-adiknya. Sang ibu bekerja sebagai
buruh, dengan pendapatan Rp 30 ribu sehari, sedangkan nenek mengumpulkan barang
bekas lalu dijual. Namun sudah beberapa bulan ini keduanya tak sanggup lagi
bekerja. Ibunya sakit keras, sedangkan nenek menderita kanker pembengkakan di
punggung sehingga harus dioperasi, tapi tidak punya biaya.
Berlatar belakang itu, Cindy dan
adik sulungnya menggantikan sang nenek mencari barang bekas. Hasil itulah nanti ia jual untuk
kebutuhan sehari-hari. "Kalau berezeki, nanti uangnya saya belikan ke
beras dan lauk. Tapi kalau tak dapat maka puasa dulu, atau hutang ke
tetangga," ucapnya.
Cindy tengah menunggu di ruangan
kepala sekolah SLB Negeri 2 Padang, Kelurahan Padang Sari, Kecamatan Koto
Tangah. Tak ada perbedaan yang terlihat dari fisik Cindy, tapi kenapa dia malah
belajar di Sekolah Luar Biasa tersebut. Gerangan apa sekiranya membuat Cindy
harus bergabung bersama kawan disabilitas lainnya.
Rupanya dia menderita tunagrahita
ringan, hal itu mulai tampak saat dia duduk di bangku kelas lima Sekolah Dasar
umum. Berceritalah dia soal kondisinya saat itu. Pas malam habis bekerja
maraok, kemudian bangun pagi, ia langsung memasak air. Ia tiup api di tugu,
anginnya meleset ke samping, namun api tak hidup-hidup juga. Rupanya bibirnya
sedikit begerser jika digerakkan, termasuk saat mengucapkan huruf P.
"Dibawa mama berobat ke
dukun waktu itu, akhirnya sudah lumayan baikan. Tapi tetap saja kalau sebut
huruf P, pasti bibir saya pencong. Saya kan sempat SD reguler dulu, jadi ketika
disuruh ke depan oleh guru, saat menyebut huruf P kembali pencong. Guru sangka
saya mengolok-olok kannya. Begitu juga kawan-kawan lain malah membuli saya,
"jelasnya.
Semester berikutnya naik kelas
enam, dia tak sempat lagi merasakan pendidikan,
harus berhenti karena tak punya biaya. Ayah dan ibunya bercerai,
akhirnya dia masuk SLB." Saya nganggur setahun dulu, habis itu baru masuk
ke SLB, "terangnya.
Carut marut kehidupan mulai
dirasakan. Ketika itu sang ayah sudah memiliki isteri baru, sehingga setiap
minggu hanya beri uang belanja untuk satu orang anaknya Rp 15 ribu. Zaman
sekarang hidup dengan uang segitu bisa dapat apa? Tapi Cindy tetap bersyukur."
Alhamdulillah dikasi uang belanja sama ayah, dari pada tidak sama sekali.
Setidaknya untuk beli beras makan adik dan nenek saja sudah cukup,
"tuturnya.
Tak cukup disitu saja, ibu yang
sekarang sakit-sakitan, begitujuga nenek yang tengah menderita kanker, tak
membuat Cindy patah. Malahan jika ada rezeki, ia dahulukan memberi makan adiak,
nenek dan ibu.
" Saya sudah biasa gak
makan. Soalnya saya suka malas makan, ditambah lagi kebutuhan pas pasan.
Biasanya kalau sudah masak, saya langsung ke kamar. Anehnya saya gak pernah
merasakan lapar. Palingan kalau mau makan nanti sisa-sisa saja. Yang penting mama,
adik dan nenek sudah makan, "terangnya.
Bahkan pernah dahulu waktu ia
ikut lomba dan harus menginap. Ketika itu makanan yang dihidangkan di ruangan
perlombaan sangat menggiurkan. Tapi ia malah tak ingin makan." Saya
bukannya tak mau makan, tapi kpikiran di rumah. Apakah adik, nenek dan ibu
sudah makan. Jadi gak enak rasanya saya bisa makan enak di sini, sedangkan
keluarga menahan lapar, "ujarnya.
Walau demikian disaat dia tengah
kesusahan ada saja rezeki yang datang. Seperti saat mengikuti lomba. Bahkan ia
selalu juara satu untuk tingkat Kota Padang. Hadiah yang ia peroleh, bisa
digunakan untuk kebutuhan sehari, sisanya ditabung.
"Banyak lomba yang saya
ikuti, tapi cuma sampai nasional, gak menang. Kalau provinsi dan Kota Padang
pernah, seperti lomba tari piring, tennis meja, MTQ dan pramuka,
"sebutnya.
Belum lagi keterampilan yang ia
peroleh dari sekolah. Sehingga sekali beberapa bulan bisa mendapatkan uang dari
keterampilan tersebut." Saya bisa menjahit, buat sendal, buat tas seminar
dan lain-lain. Bahkan saya bercita-cita ingin jadi desaigner. Ada yang minta
tolong ke saya untuk dibuatkan baju, tapi saya masih ragu, takut salah,
"ucapnya.
Walau kehidupannya pas-pas san,
namun sang ibu selalu mewanti-wanti agar mengutamakan pendidikan dibandingkan
bekerja." Ibu selalu motivasi saya agar lebih dahulukan pendidikan. Karena
ibu ingin saya jadi orang yang sukses kelak, "ujarnya.
Di samping itu, Kepala Sekolah
SLB Negeri 2 Padang, Rafmateti, mengatakan, kehidupan Cindy dan sang adik
terbilang memprihatinkan. Bahkan ia sendiri sudah menganggap keduanya sebagai
anak. Jika apapun kebutuhan Cindy, sebagai kepala sekolah selalu membantu.
Bahkan ke depan jika Cindy rajin belajar, ia akan ikut Ujian Nasional dan masuk
sekolah reguler SMA.
"Cindy anaknya pintar, jadi
saya akan arahkan dia untuk ikut ujian nasional dan masuk SMA, "tukasnya.
Komentar
Posting Komentar