Gara-gara Mendengarkan kata orang (cerpen kehidupan terjadi di masyarakat)



Gara-gara mendengarkan kata orang, Basyrial jadi kebablasan, bukan hanya uang yang habis, sertifikat rumahpun ikut tergadai, padahal sudah jelas-jelas apa yang orang lain bilang hanya sebatas pembanding. Toh mereka hanya memuji hari ini saja, esoknya sudah lupa. Lantas mengapa Basyrial harus bersusah-susah ikut kata orang. 

Sudah tiga bulan berlalu, Basyrial melakukan pelamaran. Ia sudah siap untuk mempersunting pujaan hatinya yang sudah 5 tahun tamat SMA. Basyrial Supervisor Proyek di perusahaan swasta. Kalau untuk tabungan dia sudah mampu menanggung beban dalam berumah tangga, walaupun belum bisa beli rumah. Minimal sebagai pria berumur 28 tahun ia sudah matang dari segi apapun. 

Setelah lamaran diselenggarakan, tepat bulan Maret, Basyrial dan keluarga mulai berancang-ancang membuat undangan, mempersiapkan tenda, Catering, dan hal lainnya. Notabennya acara akad dan resepsi Basyrial bersama isteri akan diselenggarakan awal Mei. 

Basyrial mulai memilih-milih desain undangan, bersama kawan lamanya ia datangi beberapa toko undangan. Basyrial awalnya tak ingin membuat gelar pada nama dari undangan yang akan dicetak, mengingat calon isteri belum punya gelar,  dengan maksud agar tak kentara betul dibaca orang. Namun kawannya menyanggah, justru dengan adanya gelar tersebut, tamu undangan akan sungkan kepadanya, kemungkinan akan banyak yang datang, karena Basyrial lulusan magister universitas negeri. Akhirnya ia ikuti saran sang kawan. Dan undanganpun dicetak. 

Dua hari setelahnya ia bersama saudara ibunya hendak melihat-lihat dan mencari desain dan bentuk tenda yang sesuai dengan seleranya. Baginya cukup tenda dengan harga standar saja, kisaran Rp 8 juta an. Namun saudara jauh ibunya malah berkomentar, sebagai orang ternama di kampungnya, hendaklah dia menyewa tenda yang lumayan mewah, agar orang-orang kampung semakin segan kepadanya. Tanpa berfikir panjang Basyrial pun menganyanggupinya. 

Malamnya ia bersama keluarga besar kembali berunding, soal tempat resepsi. Paman dan orang tuanya berpendapat agar resepsi digelar di rumah saja, sehingga tetangga bisa datang beramai-ramai. Namun saudara ayahnya malah meminta agar resepsi di gedung saja, mengingat halaman rumah mereka sempit. Basyrialpun menyanggupinya, karena ia merasa tabungannya masih cukup untuk memenuhi segala kebutuhan itu. Sampai akhirnya ia kekurangan biaya untuk orgen dan ketering, padahal sudah dibantu oleh paman, om dan neneknya,serta saudara lainnya. 

Tanpa berfikir panjang ia mencoba untuk meminjam di bank dengan menggadaikan surat tanah rumah orang tuanya, tentunya atas persetujuan sang ibu. Akhirnya pinjaman itu didapatkan, dan langsung dibayarkan untuk sewa semua kebutuhan. Di pertengahan bulan, tantenya menganjurkan agar diperhelatan nanti menghadirkan penari daerah, sebab kurang afdhal rasanya jika perhelatan di gedung tanpa penari. Untung saja uang pinjaman bank masih bersisa, Basyrialpun menyanggupinya. Di sisi lain pria ini yakin betul kalau uangnya akan kembali, sebabkan undangan yang sudah disebarkan  begitu banyak, ditambah lagi kenalannya para pejabat, disamping itu ia juga percaya akan kata kawannya, kalau gelar juga menentukan status seseorang, ditambah lagi dia orangnya cukup disegani di kota itu. 

Tepat bulan Mei perhelatan akbar itupun dilangsungkan. Persis seperti apa yang diharapkan, gedung perhelatan itu terlihat mewah, dengan bunga yang dihiasi disetiap sudut ruangan, kemudian karangan bungapun berjejer di halaman gedung. Betul-betul mewah. Bahkan setiap tamu yang datang diberi souvenir yang unik nan elegan. 

Tak disangka tamu yang hadir sangat ramai. Kebanyakan diantaranya adalah orang kampung Basyrial. Sedangkan kawan Basyrialpun yang terdiri dari para pejabat tak begitu ramai. Kebanyakan diantaranya hanya diwakilkan oleh karangan bunga. Acara perhelatan yang mewah itupun mengundang decak kagum tamu, termasuk tetangga Basyrial. Tak sedikit yang memujinya. Tak tanggung-tanggung, makanan di kateringpun ludes, betul-betul sesuai dengan ekspektasi Basyrial. 

Satu hari acara perhelatan selesai, Basyrial bersama keluarga besarnya mulai membuka satu persatu kado yang diberikan oleh tamu. Ratusan amplop berisi uang ratusan disusun dan dihitung. Basyrial yakin dengan uang itu, mampu melunasi bank, dan bisa mengembalikan setengah dari tabungannya. Rupanya apa diharap, uang yang terkumpul, hanya setengah dari uang bank yang ia pinjam, jangankan melunasi, setengah tabungannya pun tak bisa kembali. Basyrial yang dari awal sudah berekspekatsi tinggi, mulai kecewa. Dari awal ia tak harus dengarkan apa yang orang lain katakan soal kemewahan perhelatannya. Seharusnya ia mendengar kata hati untuk tidak bermewah-mewahan dalam berpesta. Memang kemarin ia dapat pujian, tapi kemudiannya ia harus menanggung hutang dan kembali dari nol manabung uang untuk kebutuhan rumah tangganya. (***) 

Komentar

postingan populer