Janda Dua Anak Jadi Tulang Punggung Keluarga



*Kerja Serabutan Demi Ibu, Adik dan Anak

Eva Yuni harus jadi tulang punggung keluarga paska ditinggal sang suami dan ayahnya. Sekarang ia hidup bersama ibu, adik dan dua orang anaknya. Tak tanggung-tanggung, berkat kegigihannya, anak sulungnya mampu meraih gelar sarjana.

Eva Yeni tak tahu harus tinggal dimana saat rumah yang dikontraknya harus ditinggalkan, lantaran kondisinya tak layak dihuni. Bagaimana tidak, rumah tersebut sering diterjang banjir, sehingga terjadi pelapukan disetiap material rumah.

"Rumah yang saya kontrak itu harus diperbaiki pemiliknya, terpaksa saya cari tempat lain. Tapi gak tahu harus kemana. Untung saja ada pihak Babinsa yang ijinkan saya untuk tinggal sementara di perumahan dinas,"ujarnya.

Pasca ditinggal cerai sang suami, sejak tahun 2000, Eva begitu sapaan akrabnya harus menjadi tulang punggung keluarga. Menghidupi ibunya, sang adik dan dua orang anaknya. Bekerja sebagai ibu rumah tangga, ia harus membagi waktu dan tenaga untuk menyelesaikan pekerjaan rumah mencuci dan menyetrika.  Pekerjaan tersebut rutin ia lakukan setiap hari. Bahkan dalam sehari ada dua rumah yang ia datangi.

"Rutinitas itu sudah biasa saya lakoni. Setiap hari mulai pagi sampai petang. Kalau saya gak kerja, nanti keluarga kecil saya mau makan apa?, "ujarnya.

Sebulannya ia bisa menerima upah Rp 600 ribu. Uang itulah yang ia cukup-cukupkan untuk makan dan kebutuhan sehari-hari." Memang harus berhemat-hemat. Karena itu satu-satunya matapencaharian saya. Cukup gak cukup disyukuri saja, "ucap perempuan yang lahir di Pesisir tersebut.

Ibu dari dua orang anak ini,  mengaku kehidupannya saat ini sudah mulai layak, lantaran anak-anaknya sudah tamat sekolah. Bahkan anak sulungnya sudah mampu menamatkan sarjana di perguruan tinggi Unand jurusan Sejarah. Sekarang bekerja di Jakarta.

"Dahulu waktu anak-anak masih sekolah, saya kesulitan mencari biaya, bahkan juga pernah berhutang. Pokoknya carut marutlah saat itu. Tapi kesulitan ketika itu sudah berbuah hasil. Sekarang anak pertama saya sudah bisa mengirimkan uang bulanan Rp 500 ribu per bulannya, "jelasnya sembari mengatakan bahwa anak keduanya juga sudah bekerja di salah satu toko di Pasarraya.

Di samping itu, sang ibu, Nurlis, 77, harus menjaga dan merawat anak bungsunya yang sakit lantaran stroke. Bahkan kondisi sang anak paska sakit sangat memgkhawatirkan. Namun seiring berjalannya waktu, anaknya sudah  bisa merespon ucapannya.

"Suami saya sudah meninggal sejak tahun 1980 an. Saya membesarkan anak-anak sendiri . Akhirnya saya dibawa anak sulung ke Kota Padang, sebelumnya di Pesisir Selatan. Anak bungsu saya memang sudah lama sakit. Sudah diobati kemana-kemana, ya begitulah, belum ada perkembangan. Bahkan sekarang usainya sudah 38 tahun, "bebernya.

Walau demikian, Nurlis dan keluarganya sudah mendapatkan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH)." Yang belum saya punya itu Kartu Indonesia Sehat (KIS). Saya berharap dapat kartu itu, "tuturnya.

Kepala Seksi (KASI) Pemberdayaan Masyarakat dan Kesejahteraan Sosial, Parmadi, mengatakan, bahwa pihaknya akan terus menfasilitasi warga dalam kepengurusan data administrasi terkait bantuan."Kami terbuka dengan warga dan media. Yang penting warga kami mendapat bantuan, syukur Alhamdulillah, "ucapnya.

Terpisah Babinsa Arsyad, mengatakan, untuk sementara pihaknya bisa membantu Eva Yeni dan keluarga tinggal sementara di rumah dinas yang kebetulan masih kosong, sampai Eva mendapatkan rumah yang layak. "Kami bisa bantu sebatas itu. Nanti kalau sudah ada pemiliknya tentu buk Eva harus dapat hunian baru. Saya berharap semoga saja ada donator yang mau membantu buk Eva. Kalau bagi kami hunilah rumah ini untuk sementara, karena masih kosong," tukasnya. (*) 

Komentar

postingan populer