Kisah Dua Orang Foto Keliling Lansia
Bisa Hasilkan Rp 150 ribu sampai Rp 300 ribu Perhari
Tak tanggung-tanggung, diusia senja, dua orang yang berprofesi sebagai foto keliling disekitar monumen Padang IORA, tampak semangat menawarkan jasanya di tengah terik matahari. Satu diantaranya bisa kuliahkan tiga orang anaknya.
Pukul 14.00 WIB, tampak puluhan orang sudah mulai memadati monumen PADANG IORA. Mulai dari usia muda sampai tua. Disepanjang Jalan Samudera tampak mobil yang parkir tak beraturan sehingga menyebabkan kemacetan.
Ditengah keramaian tersebut terlihat sekelompok tukang foto keliling mencari pengunjung, sembari mempromosikan jasanya. Dua orang diantaranya sudah berusia lansia. Namun masih tetap semangat. Sayangnya para pengunjung lebih senang menggunakan ponsel dibandingkan jasa foto tersebut.
Seperti halnya, Usman Bin Affan, 76, baru dua bulan menjalani profesi tersebut. Katanya, waktu tahun 90 an, jasa foto keliling sangat digandrungi, sedangkan sekarang sudah mulai redup.
"Dahulu, kalau tak ada beras untuk makan, saya cari ke lapangan, pasti dapat, saking banyaknya peminat foto. Kalau sekarang tidak, misalnya 10 orang pengunjung palingan cuma tiga orang yang mau di foto, "ujarnya.
Walau demikian, ungkapnya, bukan berarti tak ada yang berminat, rata-rata yang menggunakan jasanya adalah pengunjung yang berusia diatas lima puluhan." Yang minat itu seusia lansia, sebab mereka gak bisa berfoto menggunakan ponsel. Jadinya pakai jasa saya, "ucapnya.
Ia katakan, tak bisa di perkirakan kapan ramainya pengunjung, kadang saat libur, kadangkala dihari biasa." Grafiknya turun naik, "imbuhnya.
Ia beberkan, sehari itu ia bisa mengumpulkan uang paling banyak Rp 300 ribu, paling sedikit Rp 125 ribu." Kami foto langsung cetak, tak lama nunggunya. Ukuran 5 K dihargai Rp 5 ribu, sedangkan 10 K dihargai Rp 10 ribu. Tentunya saya bagi dua sama tukang cetaknya, "jelasnya.
Pria pensiunan guru ini, menghabiskan waktunya menjadi foto keliling, padahal usianya sudah tak muda lagi. Katanya, dari pada duduk di rumah, membuatnya bosan, lebih baik ia jadi foto keliling.
" Waktu muda dulu saya sempat berprofesi sebagai foto keliling. Sepulang kerja saya langsung ke taman wisata dekat rumah. Saya tak pernah pilih-pilih pekerjaan yang penting halal, "ungkapnya.
Ia katakan, sudah 10 tahun tak melakukan profesi tersebut. Sebenarnya, dari segi uang pensiunan, sudah mencukupi biaya hidupnya dan isterinya, namun kebiasaanya yang suka kerja keras, membuat dia terus semangat menjalani kegiatan tersebut.
"Capek-capek tubuh saya kalau tak bergerak, "imbuhnya.
Lain halnya dengan tukang foto keliling lainnya, Rokmat Sukardi, 68 tahun, diusia senjanya ia masih semangat dalam menjalani profesi tersebut. Katanya, dengan profesi itu ia bisa mengkuliahkan ketiga anaknya sampai selesai.
" Profesi ini sudah sejak tahun 70 an saya tekuni. Saya menggantungkan hidup di sini. Bahkan anak saya bisa sukses dari usaha ini juga, "bebernya.
Ia jelaskan, dahulu yang minat pakai jasa foto keliling ramai, tapi sekarang sudah mulai kurang."Pas libur baru ramai, kalau hari biasa, gak begitu," ungkapnya sambil mengatakan kalau ia mulai beroperasi pagi sampai sore.
Sulit, sebutnya, mencari para pengunjung yang ingin berfoto. Ia harus berdiri ditengah terik panas matahari untuk mempromosikan jasa untuk foto. "Capek dan haus, ya mau gimana lagi, hidup saya dari awal sudah di sini. Jadi sudah terbiasa menunggu seperti ini," ucapnya.
Ia sampaikan, upah yang didapatkan mulai dari pagi sampai sore Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu lebih. "Alhamdulillah lah, sekarang saya bisa menambahkan uang kas untuk usaha studio saya," pungkasnya.
Komentar
Posting Komentar