Kisah Raihan Bocah yang Diikat di Pohon Besar

 

"Karena Sang Anak Sering Mendapatkan Kekerasan dan di Buli dari Orang Sekitarnya"

Satrio Raihan, bocah 12 tahun yang sempat viral di Media cetak dan sosial, lantaran sang ibu mengikat sang anak di dekat pohon besar depan Balai Kota Lama, Pasarraya. Banyak orang berfikir bahwa sang ibu Susilawati tak sayang anaknya. Padahal ada hal lain yang membuat sang ibu harus mengamankan anaknya dari bulian orang sekitar. Seperti apa?

"Saya sayang sama Raihan. Bukan maksud hati untuk ikat dia di pohon. Saya tak mau anak saya ditabrak motor dan di jahatin orang-orang sekitar, "ujar Susilawati.

Susilawati mondar-mandir berkeliling pasar menjajalkan rokok perbatang kepada tukang angkot yang tengah menunggu penumpang. Ia cukup kesulitan, jika harus membawa sang anak berkeliling bersamanya.

Sesekali Raihan, begitu sapaan sang anak, mengeluh kepanasan, lantaran kondisi fisiknya yang lemah. Namun sang ibu tak mungkin untuk mengikat Raihan lagi, lantaran takut ditangkap Satpol PP seperti beberapa hari yang lalu.

"Anak saya ini fisiknya lemah. Kalau dia tidak berteduh, dia akan sakit. Kalau saya lepaskan, dia akan lari ke sana kemari, merusak dagangan orang. Sampai-sampai dia dipukul sama orang lantaran dia buat rusuh, "ucapnya.

Ibu dari tiga orang anak ini, merasa sedih, melihat perlakuan orang sekitar yang sering membuli anaknya. Ia bercerita kenapa sang anak berbeda dengan anak normal lainnya. Hal itu terjadi saat Raihan masih berusia tiga tahun. Dimana anak normal pada umumnya sudah bisa berjalan dan berbicara namun sang anak belum bisa apa-apa. Diusia 4 tahun sang anak baru bisa belajar berjalan. Ia menduga sang anak cacat mental.

"Kata orang anak saya ini kemakan air ketuban. Tapi saya tak pernah periksakan ke puskesmas, kecuali demam. Soalnya saya takut, kalau periksa ke dokter, maka sum-sum tulang belakang anak saya akan di ambil. Itu kata tetangga. Kalau sudah demikian nanti anak saya lumpuh. Jadi biarlah saya jaga anak saya sendiri. Dia ini penghibur saya dan harta paling berharga buat saya, "bebernya.

Ibu yang berusia 48 tahun ini menghidupi anak-anaknya dengan jual kantong kresek sampai jadi kuli panggul. Ketika Raihan bayi, ia membantu sang suami dengan berjualan kantong kresek. Sehari ia bisa dapatkan penghasilan Rp 20 ribu.

" Saya kumpulkan sisanya, akhirnya saya bisa beli gerobak untuk angkat barang. Beranjaklah saya jadi kuli panggul. Kebetulan saya satu-satunya perempuan diantara kuli yang lain. Dari pekerjaan itu saya bisa kumpulkan uang Rp 40 ribu sehari. Itulah modal saya untuk bisa jualan rokok sebagai pedagang asongan sampai hari ini, "ungkapnya.

Sehari-harinya ia bisa mendapatkan penghasilan Rp 40 ribu sampai Rp 80 ribu. Uang itu nantinya ia gunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Kebetulan ibunya juga jadi tanggung jawabnya." Ibu saya sudah gak bisa melihat lagi. Kami makan dari hasil jual rokok itu. Setiap bulannya saya harus bayar kontrak Rp 450 ribu. Sehingga setiap hari saya selalu sisihkan Rp 1000 untuk ditabung, "sebutnya.

Perjuangannya dalam menjaga Raihan sering dianggap negatif sama orang keliling. Mulai dari diikat sampai dimarahi." Mereka memandang buruk saya sebagai seorang ibu. Padahal saya cuma menjaga Raihan. Bagi saya diikat ini pilihan terbaik untuk Raihan,supaya dia tidak mengganggu orang saat saya bekerja,"ucapnya.

Ia ceritakan, pernah saat itu sang anak dibiarkan lepas. Dan ditemukan di daerah Seberang Padang. "Waktu itu semalaman saya mencari Raihan. Untung ada orang yang kasi tahu keberadaan anak saya," tuturnya.

Bukan itu saja, kalimat dan tatapan buli dari orang lain kepada sang anak sering membuatnya geram. Bagaimana tidak, bahkan setiap orang yang bertemu dengan anaknya melihat sinis.

"Saya marahi mereka, ngapain lihat anak saya lama-lama. Mentang-mentang anak mereka normal. Gak pernah lihat anak saya seperti ini, "tuturnya.

Bukan itu saja, saat sang anak bersama  orang-orang di sekitar. Mereka sering menjahili. Malahan ada tindakan kekerasan, diejek verbal, dibuli fisik, didorong, kadang dipukul karena Raihan suka nakal."Padahal dia ngga paham aja. Saya marah anak saya digitukan. kalau saya mau, pasti saya ingin anak saya normal. kalau anak saya begini ya mau bagaimana lagi setidaknya saya bersyukur saya masih punya dia,"ujarnya.

Hal yang paling menyakitkan saat Raihan  pernah disulut pakai bara rokok sampai tangannya luka. Tahunya si ibu, pas sudah luka saja. Pernah juga Raihan dikasih minum air aki. "Marah saya ketika itu. sempat saya lapor ke intel (dekat polresta), yang ngasih air aki ngga mau ngaku sampai intel interogasi dia. memangnya anak saya salah apa sih? kok digitukan. makanya saya ikat sampai sekarang," bebernya.

Selain itu, ungkapnya, pernah juga karena diikat, sang anak difoto oleh salah satu media dan akhirnya viral di Youtube dan Instagram. Akhirnya didatangi Walikota dikasih modal untuk berjualan di rumah. Dia tahu di rumah itu sepi tak kan laku kalau jualan di rumah. Akhirnya ia tetap berjualan jadi pedagang asongan. sampai akhirnya tertangkap Satpol PP.

" Saya sedih melihat anak saya sendiri difoto dalam kondisi terikat seolah seperti hewan yang diikat. padahal mereka tidak tau seperti apa yang saya alami,"ujarnya.

Setelah tertangkap ada perjanjian dengan dinas terkait, isinya sang anak tak boleh diikat. solusi yang dikasih Dinas Sosial adalah sebuah rumah, dan pekerjaan jadi cleaning service di kantor dinsos dengan gaji Rp 900 ribu per bulan.

"Kalau saya lakoni pekerjaan tersebut. Berarti saya harus menunggu perbulan baru bisa makan? Padahal saya butuh perhari. Saya butuh biaya sehari-hari. Dan saya lebih senang jadi pedagang asongan."ucapnya.

Setelah kejadian itu, sempat dua hari vakum tidak berjualan pasca sang anak diamankan. Untung ada anaknya yang satu lagi. "Ngga mungkin akan seperti itu terus makanya saya berjualan lagi sampai hari ini, anak nak saya bawa sampai ke Permindo,"tuturnya.

Ia berharap, ada pekerjaan yang bisa menghasilkan uang per-hari, sambil menjaga anak dan merawat ibunya.

Menanggapi hal tersebut, Dinas Sosial, sudah menawarkan bantuan kepada Susilawati berupa bantuan rumah, pendampingan, dan pekerjaan dengan gaji Rp 900 ribu per bulan. Namun dia menolak dengan alasan-alasan. Dinas Sosial menegaskan bahwa  pihaknya terus menjaga pendekatan secara psikologi.

"Kami akan dekati terus buj Susilawati. Saya hanya ingin sang anak tidak dibesarkan di lingkungan pasar," ucapnya.

Dinas Sosial mengizinkan sang ibu untuk tetap bekerja sebagai pedagang asongan, namun sang anak dititipkan untuk dibina selama Susilawati berjualan.

"Kami harap buk Susilawati tetaplah bekerja di Pasarraya, tapi jangan bawa anaknya untuk ikut berkeliling. Karena mental anaknya harus dibina, "tuturnya.

Lanjutnya, sebelumnya sempat dilakukan pemeriksaan terhadap kondisi kejiwaan dan psikis sang anak. Hasilnya menunjukkan kecerdasan yang tinggi untuk kasus keterbelakangan mental yang dialami Raihan. Ia pun berharap sang ibu bisa memberikan peluang agar RS mengakses pendidikan luar biasa sesuai kebutuhannya.

"Ssbenarnya sang ibu ini sayang, namun pola pikir sang ibu belum mau lepas dari anak. Makanya kami lakukan pendekatan secara perlahan, melalui psikolog," tukasnya. (*) 

Komentar

postingan populer