Tidak Sanggup Lagi Bekerja, namun Harus Menghidupi Istri yang Stroke
Mengharukan saat kondisi sudah tua dan rentan, Muhammad Natsir, harus bersabar merawat istrinya yang terkena stroke. Pria 68 tahun ini sehari-harinya bekerja sebagai tukang parkir depan Taplau. Namun karena kondisi istrinya yang semakin parah, membuat dia tak mungkin lagi meninggalkan istri di rumah sendiri.
Melewati jalan gang sempit di wilayah Marapak itu, terdapat beberapa rumah berbahan kayu yang tak terawat. Tiga diantaranya saling berdempet dibatasi oleh satu dinding kayu. Salah satunya adalah rumah keluarga M. Natsir. Kondisi rumah tersebut sudah tak terawat, dengan lantai miring kekanan menambah kesan bangunan ini butuh renovasi. Di dalam ruangan hanya terdiri dari satu kamar tidur yang sempit dan ruang tengah yang kecil.
Di ruang tersebut, tampak seorang wanita yang cukup berumur terbaring lemah dengan posisi terlentang ditemani oleh salah seorang tetangganya. Wanita itu sempat duduk untuk menyambut tamu yang datang untuk membezuk.
"Sekitar empat bulan yang lalu, Ernawati sakit karena stroke, dan sudah dibawa ke rumah sakit, selama beberapa hari dia dirawat, karena tidak ada perkembangan, akhirnya minta rawat jalan saja,"ungkap Animar, 54, tetangga Ernawati yang selalu menemaninya.
Beberapa lama muncul seorang pria, dengan memakai kaos biru, wajah lelah kondisi tubuh yang sudah mulai renta. Dia Muhammad Natsir, suami Ernawati yang sedari tadi sedang membersihkan ruang kamar.
"Istri saya tak suka makan, padahal kondisinya sudah tak mampu lagi bergerak mulai dari tangan sampai kedua kaki. Kalau di rumah sakit ia sudah dipasangkan infus,"ujarnya.
Sehingga setiap hari dia harus merawat istrinya, sampai larut malam tanpa menghiraukan rasa kantuk yang melanda. "Saya tidak pernah meninggalkannya sendiri di rumah, sebab kalau dia butuh apa-apa selalu memberi kode dengan menggerakkan kepalanya, jadi saya harus selalu ada disampingnya,"ucapnya.
Walaupun kondisinya yang serba kekurangan, M. Natsir tak pernah mengeluh, baginya jika ia ikhlas menghadapi semua kesulitan ini pasti ada saja jalan keluar. "Saya sudah 20 tahun lebih tinggal di sini, mulai sejak masih bujang sampai menikah dan dikaruniai 5 orang anak, tiga laki-laki dan dua perempuan. Setiap harinya dua anak perempuan saya yang selalu membantu mengurusi ibunya. Namun saya juga maklum tak selamanya mereka bisa membantu, sebab anak saya juga sudah menikah, sedangkan kehidupan mereka juga pas-pasan, "jelasnya.
Lain halnya dengan anak laki-lakinya, yang tak peduli dengan kondisi istrinya yang terbaring lemah."Saya merasa sedih karena anak laki-laki saya tak begitu peduli terhadap ibunya. Saya tidak butuh materi, kunjungi dan besuk saja ibunya, kemudian tanyakan kabar, itu sudah cukup, "ungkapnya sambil menangis.
Tak ayal kesedihan yang ia rasakan memuncak saat ditanya bagaimana caranya ia menjalani kehidupan dengan kondisi yang sulit seperti ini. "Sebelum istri saya sakit, tukang parkir pekerjaan yang saya geluti. Namun saat ini saya menjadi anggota poskamling, dan digaji Rp 500 ribu perbulan, lumayanlah untuk membayar kontrakan," terangnya.
Ia terangkan bagaimana gaji yang hanya Rp 500 ribu bisa mencukupi semua kebutuhannya, disaat biaya perlengkapan untuk istrinya banyak seperti pempers yang harus disediakan setiap minggu. "Untuk makan saja tak cukup, terpaksa saya minta tolong kepada kemenakan saya yang ada di kampung untuk mengirimi uang, tapi tetap saja uang yang dikirimkan tak cukup satu juta, akhirnya saya coba berhemat," bebernya.
Setiap bulannya dia harus membayar uang kontrakan, kalau menunggak pasti agak sulit untuk mencicil, sedangkan ia tak punya pekerjaan. "Usia segini sudah tak sanggup lagi untuk bekerja lebih keras, namun uang kontrakan harus dibayar Rp 300 ribu perbulannya. Sekarang saya tidak tahu harus bagaimana ditengah kesulitan ini, sedangkan bantuan beras miskin saja sudah tidak dapat, sudah beberapa bulan ini saya belum dikasi bantuan," ucapnya.
Bantuan lainnya yang sudah ia peroleh adalah Kartu Indonesia Sehat, itulah yang dia gunakan untuk mengobati istri yang sakit.
Saat dikonfirmasi kepada Ketua RT, Mansur, mengatakan terkait M. Natsir, besar harapannya agar salah seorang warganya ini bisa dibantu oleh pihak dinas terkait, termasuk mendapatkan bantuan Beras Miskin (Raskin)." Permasalahan saat ini, saya tidak tahu bagaimana sistem pembagiaan beras raskin yang ada di kelurahan, dahulu ketua RT yang mengelola sedangkan saat ini pengelolanya diluar lingkup RT. Ini menyulitkan dalam memberi arahan bantuan untuk warga yang benar- benar membutuhkan, "imbuhnya.
Terkait hal itu, pejabat Lurah, menuturkan tentang Raskin yang sudah tidak lagi aktif dan berjalan di kelurahannya, dan informasinya pun juga belum jelas. "Seluruh kelurahan juga belum ada info tentang kelanjutan dari raskin tersebut. Saat ini bantuan yang datang tak lagi melalui raskin tapi langsung dari dinas seperti dinas sosial dan Basnaz. Kalau minta bantuan langsung buat surat pengantar dari RT, Kelurahan sampai kecamatan, kemudian diproses dan langsung diantarkan ke Basnaz, dengan syarat Kartu Keluarga dan KTP, "jelasnya.
Terkait daftar warga miskin yang ada di kelurahannya, Gesrial dan staf Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) kelurahan sedang melakukan validasi data, untuk bisa didaftarkan kembali ke Basnaz dan Dinas Sosial, batasan waktu data tersebut dikumpulkan adalah akhir September 2017. "Kita sedang proses validasi data, dan melakukan pendataan kembali terhadap warga miskin. Validasi ini bertujuan untuk mencari warga yang benar-benar membutuhkan bantuan. Dan merombak kembali untuk data warga yang sudah tak layak lagi menerima bantuan, seperti halnya mereka yang sudah pindah alamat, mereka yang meninggal dunia, dan yang dahulunya miskin sekarang sudah kaya. Kita akan rombak habis data tersebut, sehingga data yang di daftarkan ke Dinas Sosial dan Basnaz memang betul-betul mereka yang butuh bantuan, " tukasnya.
Komentar
Posting Komentar